Translate

Senin, 30 September 2013

Bulan Oktober



Tanggal 30 adalah tanggal terakhir di bulan September ini, mari kita menutup bulan September ini dengan senyuman yang indah, dan mari kita sambut bulan baru dengan senyuman yang lebih indah karena di bulan yang baru ini kita akan mendapatkan hal yang luar biasa indah, berkesan, mempesona dan kita harus yakin bahwa bulan Oktober ini akan indah, sangat indah bahkan lebih indah dari bulan lalu (September).
Bahkan, di bulan Oktober sudah pernah terjadi hal – hal bersejarah yang sangat membanggakan.  Mari kita tengok ke belakang peristiwa bersejarah apa saja yang telah terjadi pada bulan Oktober ini.
1.    1 Oktober (Hari Kesaktian Pancasila)
Setiap tanggal 1 Oktober kita memperingati hari Kesaktian Pancasila. Sudah 46 tahun revolusi berdarah tanggal 30 September 1965 yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Kudeta berdarah yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) ini menelan enam Jenderal TNI AD dan dua Perwira.
Tujuan kudeta tersebut adalah merebut pemerintahan yang sah dan mengganti ideologi Pancasila dengan komunisme-sosialisme. Tetapi Tuhan berkehendak lain, sehingga revolusi berdarah ini mengalami kegagalan dan Pancasila masih tegak kuat menjadi dasar negara dan dasar sumber hukum bangsa Indonesia.
Setelah 46 tahun, saatnya kita menggali kembali makna hari Kesaktian Pancasila ini agar bangsa Indonesia bisa belajar dari sejarah kelam dan bisa bangkit dari krisis multidimensi. Peristiwa ini adalah puncak dari kerapuhan pemerintah Orde Lama di bawah kendali Presiden Soekarno, yang kemudian dilengserkan oleh MPRS pada tahun 1967.
Pada awal berdirinya pemerintahan Orde Baru, di bawah kendali Presiden Soeharto, secara bulat dan meyakinkan tertulis di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) akan melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen. Dasar negara Pancasila dijadikan sebagai landasan ideal dan hukum Rencana Program Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan panjang. Sehingga pemerintah Orde Baru memproklamirkan dan mensosialisasikan program Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P4).
Setelah pemerintahan Orde Baru berlangsung selama 32 tahun, ternyata Pancasila justru menjadi “alat politik” pemerintahan Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaan. Dan, slogan keberhasilan pembangunan ekonomi ternyata justru hanya melahirkan kesenjangan sosial, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis politik, dan utang luar negeri yang membengkak.
Akhirnya, Orde baru pun digulingkan oleh gerakan moral (moral forces) mahasiswa tahun 1998 yang melahirkan Orde Reformasi.
Melalui hari Kesaktian Pancasila sekarang ini, kita mencoba untuk menggali kembali makna mendalam Pancasila sebagai ideologi bangsa, dasar hukum, dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk ditanamkan dalam diri anak didik kita. Sehingga, anak didik kita kelak menjadi generasi bangsa yang mempunyai wawasan kebangsaan dan nasionalisme supaya tidak terjebak pada tindakan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan seperti PKI. Hari Kesaktian Pancasila bukan dalam arti mitologi, bahwa karena kesaktiannya Pancasila mampu menggagalkan rencana PKI untuk menggantikannya dengan ideologi komunis.
Mari kita memaknai kembali hari Kesaktian Pancasila sebagai wahana pendidikan bagi kita untuk melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen dengan semangat belajar dan prestasi. Sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang sedang berjuang keluar dari krisis multidimensi dan perkembangan globalisasi, maka memaknai hari Kesaktian Pancasila haruslah kontekstual. Ada tiga prinsip yang harus ditanamkan pada anak didik kita sejak dini menurut Presiden Soekarno yang sering disebut dengan Trisakti.
Pertama adalah sakti dalam berbudaya dan berkepribadian. Artinya pendidikan yang kita ajarkan sejak Sekolah Dasar haruslah berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila yang lahir dari khasanah budaya bangsa Indonesia. Kepribadian dan budaya Indonesia yang luhur akan melahirkan anak didik yang mempunyai kebanggaan nasional, cinta tanah air, semangat persatuan dalam pembangunan, dan harga diri sebagai bangsa Indonesia.

Kedua, sakti dalam bidang ekonomi yaitu berdiri di atas kaki sendiri (berdikari). Bangsa Indonesia harus keluar dari ketergantungan kepada negara lain dalam bidang ekonomi. Anak-anak Indonesia harus belajar ekonomi Pancasila yang didasarkan pada kemandirian, kekeluargaan, dan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Dengan menerapkan ekonomi Pancasila, maka diharapkan tidak ada eksploitasi terhadap sumber daya alam, penumpukan kekayaan pada segolongan orang, dan kesenjangan sosial. Sebab sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 bahwa kekayaan alam Indonesia digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Ketiga, sakti dalam berdaulat dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia telah kehilangan Provinsi Timor Timur, pulau Sipadan dan Ligitan, sekarang Indonesia sedang menghadapi persoalan perbatasan wilayah dengan Malaysia. Oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia harus berjuang bersama-sama mempertahankan kedaulatan wilayahnya dari rongrongan negara lain. Sebab, kedaulatan wilayah Indonesia adalah sumber kekayaan alam sekaligus simbol harga diri sebagai bangsa yang besar.
Dengan menggali kembali makna Kesaktian Pancasila melalui semangat dan jiwa Trisakti yang kita tanamkan dalam pendidikan kepada anak didik kita, maka bangsa Indonesia akan keluar dari krisis multidimensi. Dan, Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, dan sumber dari segala sumber hukum akan tetap tegak berdiri dan lestari.
2.    2 Oktober (Hari Batik Nasional)
Pemilihan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional, mengingat pada tanggal itu Badan PBB yang membidangi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) secara resmi mengakui batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. UNESCO memasukkan batik dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia. Pengakuan terhadap batik merupakan pengakuan internasional terhadap mata budaya Indonesia.
Penetapan hari Batik Nasional juga dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap upaya perlindungan dan pengembangan batik Indonesia. Batik sebagian besar diproduksi oleh industri kecil, sehingga dengan makin sering masyarakat memakai batik sama artinya menghidupkan usaha kecil menengah.
Sejarah batik di Nusantara sudah dimulai jauh sebelum kata “Indonesia” sendiri tercipta. Budaya teknik cetak motif batik tutup celup dengan menggunakan malam dari sarang lebah di atas kain sebenarnya tidak eksklusif terdapat di Indonesia, melainkan terbentang dari Mesir hingga kawasan Timur Tengah lainnya.
Teknik ini juga dapat dijumpai di Turki, India, Cina, Jepang dan Afrika. Namun tidak ada satu tempat pun di dunia ini yang mengembangkan teknologi dan motif batik sedemikian kompleks dan kaya seperti di Indonesia (terutama Jawa).
Teori mengenai asal-muasal batik telah menjadi perbincangan yang cukup pelik. G.P. Rouffaer, ilmuwan Belanda yang meneliti soal batik mengatakan, teknik ini dibawa pertama kali dari daerah India Selatan. Ada lagi pendapat dari J.L.A Brandes yang mengatakan bahwa sebenarnya sebelum ada pengaruh India datang ke Indonesia, Nusantara telah memiliki 10 unsur kebudayaan asli yaitu, wayang, gamelan, puisi, pengecoran logam mata uang, pelayaran, ilmu falak, budidaya padi, irigasi, pemerintahan, serta batik.
Teori ini kemudian sedikit mematahkan teori bahwa batik berasal dari India Selatan.
Ada lagi yang menceritakan, sejarah batik di Indonesia tumbuh dan berkembang semenjak adanya impor kain tenun dari India pada abad ke-17. Kain Eropa juga masuk ke Indonesia pada awal tahun 1815. Namun teori ini juga bergulir begitu saja. Mengingat motif-motif serupa motif batik sudah dapat kita temukan di relief-relief candi Prambanan dan juga Candi Borobudur. Artinya, bangunan-bangunan yang sudah berdiri semenjak abad ke-8 ini sudah mempengaruhi motif batik yang ada hingga sekarang.
Sebuah tinjauan sejarah yang diterbitkan oleh Bataviaasche Genootchap Van Kunsten Wetwnschapen tahun 1912 dan bernama kitab Centini menyebutkan, pada jaman Pakubuwono V, sudah ada istilah batik dan pada waktu itu sudah terdapat motif-motif halus seperti gringsing, kawung, parang rusak dan lain-lain.
Dalam kitab ini juga disebutkan bahwa canting sudah digunakan pada saat itu. Dalam kesusastraan kuno dan pertengahan, sempat ditemukan pembahasan soal nyerat atau nitik yang diduga merupakan teknik menghias kain menggunakan malam. Kemudian, setelah keraton Kartasuro pindah ke Surakarta, muncullah istilah mBatik dari Jarwo Dosok. Kata ini berasal dari gabungan kata “ngembat” dan “titik” yang berarti membuat titik.
Dari semua tinjauan literatur ini cukup terlihat bahwa teknik merintang warna dengan menggunakan malam ini memang berkembang dan maju di tanah Jawa, terutama Jawa Tengah. Perkara kemudian seluruh daerah di Nusantara memiliki batik sudah jelas akibat proses bergeraknya manusia dan bergeraknya kebudayaan yang ada bersama manusia-manusia tersebut.
Dan teknik ini kemudian juga berkembang, mengikuti proses asimilasi budaya orang-orangnya. Dan inilah yang kemudian membuat batik menjadi begitu kaya dan beragam.
Dari timur ke barat, dari utara ke selatan, hampir semua daerah di pulau Jawa memiliki batiknya sendiri-sendiri.  Bicara batik Jogja dan Solo, maka kita akan bicara sedikit tentang sejarah kerajaan Mataram Islam. Sebuah buntut dari kedigdayaan kerajaan Nusantara yang begitu berjaya pada masanya.
Melalui proses yang sangat pelik dan melibatkan ratusan kali pemberontakan akhirnya kerajaaan Mataram Islam dipecah menjadi dua melalui perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.

Perjanjian yang sedikit banyak melibatkan campur tangan VOC ini, membagi wilayah Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Dimana Pakubuwono III menjadi rajanya dan Pangeran Mangkubumi menjadi Raja di wilayah yang baru dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Intinya, pemisahan wilayah ini, kemudian membuat berbagai macam perubahan dalam budaya di kedua wilayah tersebut.
Kasunanan Surakarta, yang merupakan awal dari kerajaan Mataram Islam mempertahankan semua jenis kebudayaan yang mereka miliki. Mulai dari ritual, tarian sampai ke batik. Sedangkan Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat cenderung membuat berbagai macam tradisi baru, namun tetap berakar pada tradisi kerajaan Mataram Islam. Termasuk juga kain batiknya.

Apabila sedikit disimpulkan, budaya pada Kasunanan Surakarta lebih konvensional dibandingkan Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat yang cenderung progresif. Ini terlihat misalnya pada tarian di Yogyakarta yang lebih dinamis, dibandingkan posisi berdiri yang lebih tegak dibandingkan Surakarta.
Untuk batik, Sultan Hamengkubuwono I dari Yogya, memilih latar putih sebagai warna dasar kain batiknya. Sedangkan Susuhunan Pakubuwono III dari Kasunanan Surakarta/ Solo tetap memilih latar sogan dan cenderung gelap untuk kain batiknya.
Warna putih adalah warna dominan yang dapat kita lihat pada kain batik Yogya. Warna sogan cokelat kuning keemasan adalah warna dominan batik Solo.
Apabila batik Yogya tampil dalam warna gelap, maka warna gelap kebiruanlah yang akan dominan terlihat pada kain batiknya. Sedangkan Batik Solo akan tampil dalam warna hitam kecokelatan ketika tampil dalam warna gelap. Ini muncul sebagai akibat dari proses pencelupan warna biru berkali-kali yang didapatkan dari tanaman indigo.
Sedangkan warna hitam kecokelatan yang terdapat pada batik Solo merupakan hasil pencelupan berkali-kali warna cokelat sogan.
Ini adalah hal paling mendasar yang membedakan batik Yogya dan Solo. Warna sogan atau kuning cokelat keemasan tetap menjadi warna khas kedua batik ini.
Beberapa perbedaan juga terlihat bagaimana perajin batik Yogya dan Solo dalam memprodo — hiasan emas pada motif — batik mereka.
Membubuhkan prodo gaya Solo berbeda dengan gaya Yogya. Pada gaya Solo, yang dibubuhi prodo hanyalah garis luar (outline) corak dan sebagian isen-isennya. Sedangkan gaya Yogya, hampir seluruh corak dan isennya dilapisi prodo. Kesan yang ditampilkan pada prodo gaya Solo adalah lebih tenang dan anggun, sedangkan pada gaya Yogya lebih gagah dan menonjol.
Keduanya sama-sama indah. Batik, merupakan karya seni yang mewakili jiwa. Begitu juga dengan pemakainya. http://chase-on.blogspot.com/2012/10/sejarah-menganai-batik-dan.html
3.    5 Oktober (Hari Tentara Nasional Indonesia)
Tentara Nasional Indonesia terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan.
Dalam sejarahnya, TNI pernah digabungkan dengan POLRI. Gabungan ini disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang menggunakan slogan “Catur Dharma Eka Karma” disingkat “CADEK”. Sesuai Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran POLRI maka pada tanggal 30 September 2004 telah disahkan RUU TNI oleh DPR RI yang selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden Megawati pada tanggal 19 Oktober 2004.
Seiring berjalannya era reformasi di Indonesia, TNI mengalami proses reformasi internal yang signifikan. Di antaranya adalah perubahan doktrin “Catur” menjadi “Tri” setelah terpisahnya POLRI dari ABRI. Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI nomor Kep/21/I/2007, pada tanggal 12 Januari 2007, doktrin TNI ditetapkan menjadi “Tri Dharma Eka Karma”, disingkat “TRIDEK”.
Tahun 2009, jumlah personil TNI adalah sebanyak 432.129 personil.
Sejarah TNI Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang KNIP dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.
Akhirnya, melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, dirubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.
Sejarah Perjuangan TNI.
Perjalanan Sejarah Perjuangan TNI . Pada awal kemerdekaan terakumulasi kekuatan bersenjata yang berasal dari para tokoh pejuang bersenjata, baik dari didikan Jepang (PETA), Belanda (KNIL), maupun mereka yang berasal dari lascar rakyat, inilah cikal bakal lahirnya TNI, yang dalam perkembangannya mengkonsolidasikan diri ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian berturut-turut berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), yang kembali menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), melalui penggabungan dengan Polri, dan berdasarkan Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 kembali menggunakan nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah pemisahan peran antara TNI dan Polri. Sejak kelahirannya, TNI menghadapi berbagai tugas dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Pengabdian TNI kepada negara dapat dilihat dalam perjalanan sejarah perjuangannya sebagai berikut Mempertahankan Kemerdekaan.
Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia menghadapi Sekutu/Belanda yang berusaha menjajah kembali bangsa Indonesia .
Kedatangan kembali Sekutu/Belanda mendapat perlawanan kekuatan TNI bersama rakyat, yaitu terjadi pertempuran di mana-mana, seperti di Semarang (1945), Ambarawa (1945), Surabaya (1945), Bandung Lautan Api (1946), Medan Area (1947), Palembang (1947), Margarana (1946), Menado (1946), Sanga-Sanga (1947), Agresi Militer Belanda I (1947), Agresi Militer Belanda II (1948), dan Serangan Umum 1 Maret 1949 sehingga bangsa Indonesia mampu mempertahankan pengakuan atas kemerdekaan dan kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949. Perjuangan ini berhasil berkat adanya kepercayaan diri yang kuat, semangat pantang menyerah, berjuang tanpa pamrih dengan tekad merdeka atau mati. Khusus pada saat menghadapi agresi militer Belanda Il, walaupun Pemerintah RI yang saat itu berpusat di Yogyakarta telah menyerah, Panglima Besar Jenderal Sudirman tetap melanjutkan perjuangannya, yaitu dengan cara bergerilya karena berpegang teguh pada prinsip kepentingan negara dan bangsa.
Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara . TNI bersama rakyat melaksanakan operasi dalam negeri seperti penumpasan terhadap PKI di Madiun 1948 dan G-30-S/PKI 1965, terhadap pemberontakan DI/Til di Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, terhadap PRRI di Sumatra Barat, Permesta di Menado, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, PGRS/Paraku di Kalimantan Barat, RMS di Ambon, GPLHT di Aceh, Dewan Ganda di Sumatra Selatan, dan OPM di Irian. Perjuangan ini dilaksanakan demi kepentingan menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara serta berpegang teguh pada prinsip demi kepentingan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Operasi pengamanan dilaksanakan terhadap kegiatan kenegaraan seperti Pemilu, Sidang Umum / Sidang Istimewa MPR, dan pengamanan terhadap terjadinya konflik komunal. Operasi pengamanan ini didasarkan kepada kepentingan negara dan bangsa, penyelamatan kehidupan berbangsa dan bernegara.
-       Jati diri TNI Sesuai UU TNI pasal 2, jati diri Tentara Nasional Indonesia adalah:
a.    Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya
b.    Tentara Nasional Indonesia, Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama
c.    Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikas

4.    16 Oktober (Hari Parlemen Nasional)
5.    24 Oktober (Hari Dokter Nasional)
Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke 19, pada saat beberapa perusahaan Belanda, antara lain pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Ketenagalistrikan untuk kemanfaatan umum mulai ada pada saat perusahaan swasta Belanda yaitu N V. Nign, yang semula bergerak di bidang gas memperluas usahanya di bidang penyediaan listrik untuk kemanfaatan umum. Pada tahun 1927 pemerintah Belanda membentuk s'Lands Waterkracht Bedriven (LWB) , yaitu perusahaan listrik negara yang mengelola PLTA Plengan, PLTA Lamajan , PLTA Bengkok Dago , PLTA Ubrug dan Kracak di Jawa Barat, PLTA Giringan di Madiun, PLTA Tes di Bengkulu, PLTA Tonsea lama di Sulawesi Utara dan PLTU di Jakarta. Selain itu di beberapa Kotapraja dibentuk perusahaan-perusahaan listrik Kotapraja.
Dengan menyerahnya pemerintah Belanda kepada Jepang dalam perang dunia 11, maka Indonesia dikuasai Jepang. Oleh karena itu, perusahaan listrik dan gas yang ada diambil alih oleh Jepang, dan semua personil dalam perusahaan listrik tersebut diambil alih oleh orang-orang Jepang. Dengan jatuhnya Jepang ke tangan sekutu, dan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, maka kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh pemuda dan buruh listrik dan gas untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan listrik dan gas yang dikuasai Jepang.
Setelah berhasil merebut perusahaan listrik dan gas dari tangan kekuasaan Jepang, kemudian pada bulan September 1945 suatu delegasi dari buruh / pegawai listrik dan gas menghadap pimpinan K N I Pusat yang pada waktu itu diketuai oleh M. Kasman Singodimedjo untuk melaporkan hasil perjuangan mereka. Selanjutnya, delegasi bersama-sama dengan pimpinan K N I Pusat menghadap Presiden Soekarno, untuk menyerahkan perusahaan - perusahaan listrik dan gas kepada pemerintah Republik Indonesia. Penyerahan tersebut diterima oleh Presiden Soekarno, dan kemudian dengan Penetapan Pemerintah No. 1 tahun 1945 tertanggal 27 Oktober 1945 dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga.
Dengan Adanya Agresi Belanda I Dan II, Sebagian Besar Perusahaan - Perusahaan Listrik Dikuasai Kembali Oleh Pemerintah Belanda Atau Pemiliknya Semula. Pegawai-pegawai Yang Tidak Mau Bekerja Sama Kemudian Mengungsi Dan Menggabungkan Diri Pada Kantor-kantor Jawatan Listrik Dan Gas Di Daerah-daerah Republik Indonesia Yang Bukan Daerah Pendudukan Belanda Untuk Meneruskan Perjuangan.
Selanjutnya, Dikeluarkan Keputusan Presiden R.i. Nomor 163, Tanggal 3 Oktober 1953 Tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik Milik Bangsa Asing Di Indonesia Jika Waktu Konsesinya Habis.
Sejalan Dengan Meningkatnya Perjuangan Bangsa Indonesia Untuk Membebaskan Irian Jaya Dari Cengkeraman Penjajahan Belanda, Maka Dikeluarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 Tertanggal 27 Desember 1958 Tentang Nasionalisasi Semua Perusahaan Belanda Dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 Tetang Nasionalisasi Perusahaan Listrik Dan Gas Milik Belanda. Dengan Undang-undang Tersebut , Maka Seluruh Perusahaan Listrik Belanda Berada Di Tangan Bangsa Indonesia.
Sejarah Ketenagalistrikan Di Indonesia Mengalami Pasang Surut Sejalan Dengan Pasang Surutnya Perjuangan Bangsa. Pada Tanggal 27 Oktober 1945 Kemudian Dikenal Sebagai Hari Listrik Dan Gas. Hari Tersebut Diperingati Untuk Pertama Kali Pada Tanggal 27 Oktober 1946, Bertempat Digedung Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat ( Bpknip ) Yogyakarta. Penetapan Secara Resmi Tanggal 27 Oktober 1945 Sebagai Hari Listrik Dan Gas Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Tenaga. Nomor 20 Tahun 1960, Namun Kemudian Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik Nomor 235 / Kpts / 1975 Tanggal 30 September 1975 Peringatan Hari Listrik Dan Gas Yang Digabung Dengan Hari Kebaktian Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik Yang Jatuh Pada Tanggal 3 Desember. Mengingat Pentingnya Semangat Dan Nilai-nilai Hari Listrik, Maka Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 1134.k. / 43.pe /1992 Tanggal 31 Agustus 1992 Ditetapkanlah Tanggal 27 Oktober Sebagai Hari Listrik Nasional. http://pln-jatim.co.id/red/?m=profil&p=hln

6.    27 Oktober (Hari Blogger Nasional)
7.    28 Oktober (Hari Sumpah Pemuda)
Sumpah Pemuda adalah bukti otentik bahwa tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Oleh karena itu sudah seharusnya segenap rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945. Rumusan Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik kepada Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini), yang kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.
Sumpah Pemuda versi orisinal:
Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoewa
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda versi Ejaan Yang Disempurnakan:
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dalam upaya mempersatu wadah organisasi pemuda dalam satu wadah telah dimulai sejak Kongres Pemuda Pertama 1926. Oleh sebab itu, tanggal 20 Februari 1927 telah diadakan pertemuan, namun pertemuan ini belum mencapai hasil yang final.
Kemudian pada 3 Mei 1928 diadakan pertemuan lagi, dan dilanjutkan pada 12 Agustus 1928. Pada pertemuan terakhir ini dihadiri semua organisasi pemuda dan diputuskan untuk mengadakan Kongres pada bulan Oktober 1928, dengan susunan panitia dengan setiap jabatan dibagi kepada satu organisasi pemuda (tidak ada organisasi yang rangkap jabatan) sebagai berikut:
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu "Indonesia Raya" karya Wage Rudolf Supratman yang dimainkan dengan biola saja tanpa syair, atas saran Sugondo kepada Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia.
Para peserta Kongres Pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. Di antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie namun sampai saat ini tidak diketahui latar belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiong hadir sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh AR Baswedan pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang dan mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab.
Bangunan di Jalan Kramat Raya 106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda, adalah sebuah rumah pondokan untuk pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong.
Gedung Kramat 106 sempat dipugar Pemda DKI Jakarta 3 April-20 Mei 1973 dan diresmikan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 20 Mei 1973 sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Gedung ini kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 Mei 1974. Dalam perjalanan sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI Jakarta, dan saat ini dikelola Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

Bulan Oktober



Tanggal 30 adalah tanggal terakhir di bulan September ini, mari kita menutup bulan September ini dengan senyuman yang indah, dan mari kita sambut bulan baru dengan senyuman yang lebih indah karena di bulan yang baru ini kita akan mendapatkan hal yang luar biasa indah, berkesan, mempesona dan kita harus yakin bahwa bulan Oktober ini akan indah, sangat indah bahkan lebih indah dari bulan lalu (September).
Bahkan, di bulan Oktober sudah pernah terjadi hal – hal bersejarah yang sangat membanggakan.  Mari kita tengok ke belakang peristiwa bersejarah apa saja yang telah terjadi pada bulan Oktober ini.
1.    1 Oktober (Hari Kesaktian Pancasila)
Setiap tanggal 1 Oktober kita memperingati hari Kesaktian Pancasila. Sudah 46 tahun revolusi berdarah tanggal 30 September 1965 yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Kudeta berdarah yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) ini menelan enam Jenderal TNI AD dan dua Perwira.
Tujuan kudeta tersebut adalah merebut pemerintahan yang sah dan mengganti ideologi Pancasila dengan komunisme-sosialisme. Tetapi Tuhan berkehendak lain, sehingga revolusi berdarah ini mengalami kegagalan dan Pancasila masih tegak kuat menjadi dasar negara dan dasar sumber hukum bangsa Indonesia.
Setelah 46 tahun, saatnya kita menggali kembali makna hari Kesaktian Pancasila ini agar bangsa Indonesia bisa belajar dari sejarah kelam dan bisa bangkit dari krisis multidimensi. Peristiwa ini adalah puncak dari kerapuhan pemerintah Orde Lama di bawah kendali Presiden Soekarno, yang kemudian dilengserkan oleh MPRS pada tahun 1967.
Pada awal berdirinya pemerintahan Orde Baru, di bawah kendali Presiden Soeharto, secara bulat dan meyakinkan tertulis di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) akan melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen. Dasar negara Pancasila dijadikan sebagai landasan ideal dan hukum Rencana Program Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan panjang. Sehingga pemerintah Orde Baru memproklamirkan dan mensosialisasikan program Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P4).
Setelah pemerintahan Orde Baru berlangsung selama 32 tahun, ternyata Pancasila justru menjadi “alat politik” pemerintahan Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaan. Dan, slogan keberhasilan pembangunan ekonomi ternyata justru hanya melahirkan kesenjangan sosial, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis politik, dan utang luar negeri yang membengkak.
Akhirnya, Orde baru pun digulingkan oleh gerakan moral (moral forces) mahasiswa tahun 1998 yang melahirkan Orde Reformasi.
Melalui hari Kesaktian Pancasila sekarang ini, kita mencoba untuk menggali kembali makna mendalam Pancasila sebagai ideologi bangsa, dasar hukum, dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk ditanamkan dalam diri anak didik kita. Sehingga, anak didik kita kelak menjadi generasi bangsa yang mempunyai wawasan kebangsaan dan nasionalisme supaya tidak terjebak pada tindakan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan seperti PKI. Hari Kesaktian Pancasila bukan dalam arti mitologi, bahwa karena kesaktiannya Pancasila mampu menggagalkan rencana PKI untuk menggantikannya dengan ideologi komunis.
Mari kita memaknai kembali hari Kesaktian Pancasila sebagai wahana pendidikan bagi kita untuk melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen dengan semangat belajar dan prestasi. Sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang sedang berjuang keluar dari krisis multidimensi dan perkembangan globalisasi, maka memaknai hari Kesaktian Pancasila haruslah kontekstual. Ada tiga prinsip yang harus ditanamkan pada anak didik kita sejak dini menurut Presiden Soekarno yang sering disebut dengan Trisakti.
Pertama adalah sakti dalam berbudaya dan berkepribadian. Artinya pendidikan yang kita ajarkan sejak Sekolah Dasar haruslah berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila yang lahir dari khasanah budaya bangsa Indonesia. Kepribadian dan budaya Indonesia yang luhur akan melahirkan anak didik yang mempunyai kebanggaan nasional, cinta tanah air, semangat persatuan dalam pembangunan, dan harga diri sebagai bangsa Indonesia.

Kedua, sakti dalam bidang ekonomi yaitu berdiri di atas kaki sendiri (berdikari). Bangsa Indonesia harus keluar dari ketergantungan kepada negara lain dalam bidang ekonomi. Anak-anak Indonesia harus belajar ekonomi Pancasila yang didasarkan pada kemandirian, kekeluargaan, dan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Dengan menerapkan ekonomi Pancasila, maka diharapkan tidak ada eksploitasi terhadap sumber daya alam, penumpukan kekayaan pada segolongan orang, dan kesenjangan sosial. Sebab sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 bahwa kekayaan alam Indonesia digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Ketiga, sakti dalam berdaulat dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia telah kehilangan Provinsi Timor Timur, pulau Sipadan dan Ligitan, sekarang Indonesia sedang menghadapi persoalan perbatasan wilayah dengan Malaysia. Oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia harus berjuang bersama-sama mempertahankan kedaulatan wilayahnya dari rongrongan negara lain. Sebab, kedaulatan wilayah Indonesia adalah sumber kekayaan alam sekaligus simbol harga diri sebagai bangsa yang besar.
Dengan menggali kembali makna Kesaktian Pancasila melalui semangat dan jiwa Trisakti yang kita tanamkan dalam pendidikan kepada anak didik kita, maka bangsa Indonesia akan keluar dari krisis multidimensi. Dan, Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, dan sumber dari segala sumber hukum akan tetap tegak berdiri dan lestari.
2.    2 Oktober (Hari Batik Nasional)
Pemilihan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional, mengingat pada tanggal itu Badan PBB yang membidangi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) secara resmi mengakui batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. UNESCO memasukkan batik dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia. Pengakuan terhadap batik merupakan pengakuan internasional terhadap mata budaya Indonesia.
Penetapan hari Batik Nasional juga dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap upaya perlindungan dan pengembangan batik Indonesia. Batik sebagian besar diproduksi oleh industri kecil, sehingga dengan makin sering masyarakat memakai batik sama artinya menghidupkan usaha kecil menengah.
Sejarah batik di Nusantara sudah dimulai jauh sebelum kata “Indonesia” sendiri tercipta. Budaya teknik cetak motif batik tutup celup dengan menggunakan malam dari sarang lebah di atas kain sebenarnya tidak eksklusif terdapat di Indonesia, melainkan terbentang dari Mesir hingga kawasan Timur Tengah lainnya.
Teknik ini juga dapat dijumpai di Turki, India, Cina, Jepang dan Afrika. Namun tidak ada satu tempat pun di dunia ini yang mengembangkan teknologi dan motif batik sedemikian kompleks dan kaya seperti di Indonesia (terutama Jawa).
Teori mengenai asal-muasal batik telah menjadi perbincangan yang cukup pelik. G.P. Rouffaer, ilmuwan Belanda yang meneliti soal batik mengatakan, teknik ini dibawa pertama kali dari daerah India Selatan. Ada lagi pendapat dari J.L.A Brandes yang mengatakan bahwa sebenarnya sebelum ada pengaruh India datang ke Indonesia, Nusantara telah memiliki 10 unsur kebudayaan asli yaitu, wayang, gamelan, puisi, pengecoran logam mata uang, pelayaran, ilmu falak, budidaya padi, irigasi, pemerintahan, serta batik.
Teori ini kemudian sedikit mematahkan teori bahwa batik berasal dari India Selatan.
Ada lagi yang menceritakan, sejarah batik di Indonesia tumbuh dan berkembang semenjak adanya impor kain tenun dari India pada abad ke-17. Kain Eropa juga masuk ke Indonesia pada awal tahun 1815. Namun teori ini juga bergulir begitu saja. Mengingat motif-motif serupa motif batik sudah dapat kita temukan di relief-relief candi Prambanan dan juga Candi Borobudur. Artinya, bangunan-bangunan yang sudah berdiri semenjak abad ke-8 ini sudah mempengaruhi motif batik yang ada hingga sekarang.
Sebuah tinjauan sejarah yang diterbitkan oleh Bataviaasche Genootchap Van Kunsten Wetwnschapen tahun 1912 dan bernama kitab Centini menyebutkan, pada jaman Pakubuwono V, sudah ada istilah batik dan pada waktu itu sudah terdapat motif-motif halus seperti gringsing, kawung, parang rusak dan lain-lain.
Dalam kitab ini juga disebutkan bahwa canting sudah digunakan pada saat itu. Dalam kesusastraan kuno dan pertengahan, sempat ditemukan pembahasan soal nyerat atau nitik yang diduga merupakan teknik menghias kain menggunakan malam. Kemudian, setelah keraton Kartasuro pindah ke Surakarta, muncullah istilah mBatik dari Jarwo Dosok. Kata ini berasal dari gabungan kata “ngembat” dan “titik” yang berarti membuat titik.
Dari semua tinjauan literatur ini cukup terlihat bahwa teknik merintang warna dengan menggunakan malam ini memang berkembang dan maju di tanah Jawa, terutama Jawa Tengah. Perkara kemudian seluruh daerah di Nusantara memiliki batik sudah jelas akibat proses bergeraknya manusia dan bergeraknya kebudayaan yang ada bersama manusia-manusia tersebut.
Dan teknik ini kemudian juga berkembang, mengikuti proses asimilasi budaya orang-orangnya. Dan inilah yang kemudian membuat batik menjadi begitu kaya dan beragam.
Dari timur ke barat, dari utara ke selatan, hampir semua daerah di pulau Jawa memiliki batiknya sendiri-sendiri.  Bicara batik Jogja dan Solo, maka kita akan bicara sedikit tentang sejarah kerajaan Mataram Islam. Sebuah buntut dari kedigdayaan kerajaan Nusantara yang begitu berjaya pada masanya.
Melalui proses yang sangat pelik dan melibatkan ratusan kali pemberontakan akhirnya kerajaaan Mataram Islam dipecah menjadi dua melalui perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.

Perjanjian yang sedikit banyak melibatkan campur tangan VOC ini, membagi wilayah Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Dimana Pakubuwono III menjadi rajanya dan Pangeran Mangkubumi menjadi Raja di wilayah yang baru dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Intinya, pemisahan wilayah ini, kemudian membuat berbagai macam perubahan dalam budaya di kedua wilayah tersebut.
Kasunanan Surakarta, yang merupakan awal dari kerajaan Mataram Islam mempertahankan semua jenis kebudayaan yang mereka miliki. Mulai dari ritual, tarian sampai ke batik. Sedangkan Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat cenderung membuat berbagai macam tradisi baru, namun tetap berakar pada tradisi kerajaan Mataram Islam. Termasuk juga kain batiknya.

Apabila sedikit disimpulkan, budaya pada Kasunanan Surakarta lebih konvensional dibandingkan Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat yang cenderung progresif. Ini terlihat misalnya pada tarian di Yogyakarta yang lebih dinamis, dibandingkan posisi berdiri yang lebih tegak dibandingkan Surakarta.
Untuk batik, Sultan Hamengkubuwono I dari Yogya, memilih latar putih sebagai warna dasar kain batiknya. Sedangkan Susuhunan Pakubuwono III dari Kasunanan Surakarta/ Solo tetap memilih latar sogan dan cenderung gelap untuk kain batiknya.
Warna putih adalah warna dominan yang dapat kita lihat pada kain batik Yogya. Warna sogan cokelat kuning keemasan adalah warna dominan batik Solo.
Apabila batik Yogya tampil dalam warna gelap, maka warna gelap kebiruanlah yang akan dominan terlihat pada kain batiknya. Sedangkan Batik Solo akan tampil dalam warna hitam kecokelatan ketika tampil dalam warna gelap. Ini muncul sebagai akibat dari proses pencelupan warna biru berkali-kali yang didapatkan dari tanaman indigo.
Sedangkan warna hitam kecokelatan yang terdapat pada batik Solo merupakan hasil pencelupan berkali-kali warna cokelat sogan.
Ini adalah hal paling mendasar yang membedakan batik Yogya dan Solo. Warna sogan atau kuning cokelat keemasan tetap menjadi warna khas kedua batik ini.
Beberapa perbedaan juga terlihat bagaimana perajin batik Yogya dan Solo dalam memprodo — hiasan emas pada motif — batik mereka.
Membubuhkan prodo gaya Solo berbeda dengan gaya Yogya. Pada gaya Solo, yang dibubuhi prodo hanyalah garis luar (outline) corak dan sebagian isen-isennya. Sedangkan gaya Yogya, hampir seluruh corak dan isennya dilapisi prodo. Kesan yang ditampilkan pada prodo gaya Solo adalah lebih tenang dan anggun, sedangkan pada gaya Yogya lebih gagah dan menonjol.
Keduanya sama-sama indah. Batik, merupakan karya seni yang mewakili jiwa. Begitu juga dengan pemakainya. http://chase-on.blogspot.com/2012/10/sejarah-menganai-batik-dan.html
3.    5 Oktober (Hari Tentara Nasional Indonesia)
Tentara Nasional Indonesia terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan.
Dalam sejarahnya, TNI pernah digabungkan dengan POLRI. Gabungan ini disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang menggunakan slogan “Catur Dharma Eka Karma” disingkat “CADEK”. Sesuai Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran POLRI maka pada tanggal 30 September 2004 telah disahkan RUU TNI oleh DPR RI yang selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden Megawati pada tanggal 19 Oktober 2004.
Seiring berjalannya era reformasi di Indonesia, TNI mengalami proses reformasi internal yang signifikan. Di antaranya adalah perubahan doktrin “Catur” menjadi “Tri” setelah terpisahnya POLRI dari ABRI. Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI nomor Kep/21/I/2007, pada tanggal 12 Januari 2007, doktrin TNI ditetapkan menjadi “Tri Dharma Eka Karma”, disingkat “TRIDEK”.
Tahun 2009, jumlah personil TNI adalah sebanyak 432.129 personil.
Sejarah TNI Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang KNIP dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.
Akhirnya, melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, dirubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.
Sejarah Perjuangan TNI.
Perjalanan Sejarah Perjuangan TNI . Pada awal kemerdekaan terakumulasi kekuatan bersenjata yang berasal dari para tokoh pejuang bersenjata, baik dari didikan Jepang (PETA), Belanda (KNIL), maupun mereka yang berasal dari lascar rakyat, inilah cikal bakal lahirnya TNI, yang dalam perkembangannya mengkonsolidasikan diri ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian berturut-turut berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), yang kembali menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), melalui penggabungan dengan Polri, dan berdasarkan Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 kembali menggunakan nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah pemisahan peran antara TNI dan Polri. Sejak kelahirannya, TNI menghadapi berbagai tugas dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Pengabdian TNI kepada negara dapat dilihat dalam perjalanan sejarah perjuangannya sebagai berikut Mempertahankan Kemerdekaan.
Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia menghadapi Sekutu/Belanda yang berusaha menjajah kembali bangsa Indonesia .
Kedatangan kembali Sekutu/Belanda mendapat perlawanan kekuatan TNI bersama rakyat, yaitu terjadi pertempuran di mana-mana, seperti di Semarang (1945), Ambarawa (1945), Surabaya (1945), Bandung Lautan Api (1946), Medan Area (1947), Palembang (1947), Margarana (1946), Menado (1946), Sanga-Sanga (1947), Agresi Militer Belanda I (1947), Agresi Militer Belanda II (1948), dan Serangan Umum 1 Maret 1949 sehingga bangsa Indonesia mampu mempertahankan pengakuan atas kemerdekaan dan kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949. Perjuangan ini berhasil berkat adanya kepercayaan diri yang kuat, semangat pantang menyerah, berjuang tanpa pamrih dengan tekad merdeka atau mati. Khusus pada saat menghadapi agresi militer Belanda Il, walaupun Pemerintah RI yang saat itu berpusat di Yogyakarta telah menyerah, Panglima Besar Jenderal Sudirman tetap melanjutkan perjuangannya, yaitu dengan cara bergerilya karena berpegang teguh pada prinsip kepentingan negara dan bangsa.
Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara . TNI bersama rakyat melaksanakan operasi dalam negeri seperti penumpasan terhadap PKI di Madiun 1948 dan G-30-S/PKI 1965, terhadap pemberontakan DI/Til di Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, terhadap PRRI di Sumatra Barat, Permesta di Menado, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, PGRS/Paraku di Kalimantan Barat, RMS di Ambon, GPLHT di Aceh, Dewan Ganda di Sumatra Selatan, dan OPM di Irian. Perjuangan ini dilaksanakan demi kepentingan menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara serta berpegang teguh pada prinsip demi kepentingan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Operasi pengamanan dilaksanakan terhadap kegiatan kenegaraan seperti Pemilu, Sidang Umum / Sidang Istimewa MPR, dan pengamanan terhadap terjadinya konflik komunal. Operasi pengamanan ini didasarkan kepada kepentingan negara dan bangsa, penyelamatan kehidupan berbangsa dan bernegara.
-       Jati diri TNI Sesuai UU TNI pasal 2, jati diri Tentara Nasional Indonesia adalah:
a.    Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya
b.    Tentara Nasional Indonesia, Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama
c.    Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikas

4.    16 Oktober (Hari Parlemen Nasional)
5.    24 Oktober (Hari Dokter Nasional)
Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke 19, pada saat beberapa perusahaan Belanda, antara lain pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Ketenagalistrikan untuk kemanfaatan umum mulai ada pada saat perusahaan swasta Belanda yaitu N V. Nign, yang semula bergerak di bidang gas memperluas usahanya di bidang penyediaan listrik untuk kemanfaatan umum. Pada tahun 1927 pemerintah Belanda membentuk s'Lands Waterkracht Bedriven (LWB) , yaitu perusahaan listrik negara yang mengelola PLTA Plengan, PLTA Lamajan , PLTA Bengkok Dago , PLTA Ubrug dan Kracak di Jawa Barat, PLTA Giringan di Madiun, PLTA Tes di Bengkulu, PLTA Tonsea lama di Sulawesi Utara dan PLTU di Jakarta. Selain itu di beberapa Kotapraja dibentuk perusahaan-perusahaan listrik Kotapraja.
Dengan menyerahnya pemerintah Belanda kepada Jepang dalam perang dunia 11, maka Indonesia dikuasai Jepang. Oleh karena itu, perusahaan listrik dan gas yang ada diambil alih oleh Jepang, dan semua personil dalam perusahaan listrik tersebut diambil alih oleh orang-orang Jepang. Dengan jatuhnya Jepang ke tangan sekutu, dan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, maka kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh pemuda dan buruh listrik dan gas untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan listrik dan gas yang dikuasai Jepang.
Setelah berhasil merebut perusahaan listrik dan gas dari tangan kekuasaan Jepang, kemudian pada bulan September 1945 suatu delegasi dari buruh / pegawai listrik dan gas menghadap pimpinan K N I Pusat yang pada waktu itu diketuai oleh M. Kasman Singodimedjo untuk melaporkan hasil perjuangan mereka. Selanjutnya, delegasi bersama-sama dengan pimpinan K N I Pusat menghadap Presiden Soekarno, untuk menyerahkan perusahaan - perusahaan listrik dan gas kepada pemerintah Republik Indonesia. Penyerahan tersebut diterima oleh Presiden Soekarno, dan kemudian dengan Penetapan Pemerintah No. 1 tahun 1945 tertanggal 27 Oktober 1945 dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga.
Dengan Adanya Agresi Belanda I Dan II, Sebagian Besar Perusahaan - Perusahaan Listrik Dikuasai Kembali Oleh Pemerintah Belanda Atau Pemiliknya Semula. Pegawai-pegawai Yang Tidak Mau Bekerja Sama Kemudian Mengungsi Dan Menggabungkan Diri Pada Kantor-kantor Jawatan Listrik Dan Gas Di Daerah-daerah Republik Indonesia Yang Bukan Daerah Pendudukan Belanda Untuk Meneruskan Perjuangan.
Selanjutnya, Dikeluarkan Keputusan Presiden R.i. Nomor 163, Tanggal 3 Oktober 1953 Tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik Milik Bangsa Asing Di Indonesia Jika Waktu Konsesinya Habis.
Sejalan Dengan Meningkatnya Perjuangan Bangsa Indonesia Untuk Membebaskan Irian Jaya Dari Cengkeraman Penjajahan Belanda, Maka Dikeluarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 Tertanggal 27 Desember 1958 Tentang Nasionalisasi Semua Perusahaan Belanda Dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 Tetang Nasionalisasi Perusahaan Listrik Dan Gas Milik Belanda. Dengan Undang-undang Tersebut , Maka Seluruh Perusahaan Listrik Belanda Berada Di Tangan Bangsa Indonesia.
Sejarah Ketenagalistrikan Di Indonesia Mengalami Pasang Surut Sejalan Dengan Pasang Surutnya Perjuangan Bangsa. Pada Tanggal 27 Oktober 1945 Kemudian Dikenal Sebagai Hari Listrik Dan Gas. Hari Tersebut Diperingati Untuk Pertama Kali Pada Tanggal 27 Oktober 1946, Bertempat Digedung Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat ( Bpknip ) Yogyakarta. Penetapan Secara Resmi Tanggal 27 Oktober 1945 Sebagai Hari Listrik Dan Gas Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Tenaga. Nomor 20 Tahun 1960, Namun Kemudian Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik Nomor 235 / Kpts / 1975 Tanggal 30 September 1975 Peringatan Hari Listrik Dan Gas Yang Digabung Dengan Hari Kebaktian Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik Yang Jatuh Pada Tanggal 3 Desember. Mengingat Pentingnya Semangat Dan Nilai-nilai Hari Listrik, Maka Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 1134.k. / 43.pe /1992 Tanggal 31 Agustus 1992 Ditetapkanlah Tanggal 27 Oktober Sebagai Hari Listrik Nasional. http://pln-jatim.co.id/red/?m=profil&p=hln

6.    27 Oktober (Hari Blogger Nasional)
7.    28 Oktober (Hari Sumpah Pemuda)
Sumpah Pemuda adalah bukti otentik bahwa tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Oleh karena itu sudah seharusnya segenap rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945. Rumusan Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik kepada Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini), yang kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.
Sumpah Pemuda versi orisinal:
Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoewa
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda versi Ejaan Yang Disempurnakan:
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dalam upaya mempersatu wadah organisasi pemuda dalam satu wadah telah dimulai sejak Kongres Pemuda Pertama 1926. Oleh sebab itu, tanggal 20 Februari 1927 telah diadakan pertemuan, namun pertemuan ini belum mencapai hasil yang final.
Kemudian pada 3 Mei 1928 diadakan pertemuan lagi, dan dilanjutkan pada 12 Agustus 1928. Pada pertemuan terakhir ini dihadiri semua organisasi pemuda dan diputuskan untuk mengadakan Kongres pada bulan Oktober 1928, dengan susunan panitia dengan setiap jabatan dibagi kepada satu organisasi pemuda (tidak ada organisasi yang rangkap jabatan) sebagai berikut:
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu "Indonesia Raya" karya Wage Rudolf Supratman yang dimainkan dengan biola saja tanpa syair, atas saran Sugondo kepada Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia.
Para peserta Kongres Pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. Di antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie namun sampai saat ini tidak diketahui latar belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiong hadir sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh AR Baswedan pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang dan mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab.
Bangunan di Jalan Kramat Raya 106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda, adalah sebuah rumah pondokan untuk pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong.
Gedung Kramat 106 sempat dipugar Pemda DKI Jakarta 3 April-20 Mei 1973 dan diresmikan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 20 Mei 1973 sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Gedung ini kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 Mei 1974. Dalam perjalanan sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI Jakarta, dan saat ini dikelola Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.