Tanggal
30 adalah tanggal terakhir di bulan September ini, mari kita menutup bulan
September ini dengan senyuman yang indah, dan mari kita sambut bulan baru
dengan senyuman yang lebih indah karena di bulan yang baru ini kita akan
mendapatkan hal yang luar biasa indah, berkesan, mempesona dan kita harus yakin
bahwa bulan Oktober ini akan indah, sangat indah bahkan lebih indah dari bulan
lalu (September).
Bahkan,
di bulan Oktober sudah pernah terjadi hal – hal bersejarah yang sangat
membanggakan. Mari kita tengok ke
belakang peristiwa bersejarah apa saja yang telah terjadi pada bulan Oktober
ini.
1. 1 Oktober (Hari Kesaktian Pancasila)
Setiap
tanggal 1 Oktober kita memperingati hari Kesaktian Pancasila. Sudah 46 tahun
revolusi berdarah tanggal 30 September 1965 yang dilakukan oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI). Kudeta berdarah yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia
(PKI) ini menelan enam Jenderal TNI AD dan dua Perwira.
Tujuan
kudeta tersebut adalah merebut pemerintahan yang sah dan mengganti ideologi
Pancasila dengan komunisme-sosialisme. Tetapi Tuhan berkehendak lain, sehingga
revolusi berdarah ini mengalami kegagalan dan Pancasila masih tegak kuat
menjadi dasar negara dan dasar sumber hukum bangsa Indonesia.
Setelah
46 tahun, saatnya kita menggali kembali makna hari Kesaktian Pancasila ini agar
bangsa Indonesia bisa belajar dari sejarah kelam dan bisa bangkit dari krisis
multidimensi. Peristiwa ini adalah puncak dari kerapuhan pemerintah Orde Lama
di bawah kendali Presiden Soekarno, yang kemudian dilengserkan oleh MPRS pada
tahun 1967.
Pada
awal berdirinya pemerintahan Orde Baru, di bawah kendali Presiden Soeharto,
secara bulat dan meyakinkan tertulis di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) akan melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen. Dasar
negara Pancasila dijadikan sebagai landasan ideal dan hukum Rencana Program
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan panjang. Sehingga pemerintah Orde Baru
memproklamirkan dan mensosialisasikan program Pedoman, Penghayatan, dan
Pengamalan Pancasila (P4).
Setelah
pemerintahan Orde Baru berlangsung selama 32 tahun, ternyata Pancasila justru
menjadi “alat politik” pemerintahan Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaan.
Dan, slogan keberhasilan pembangunan ekonomi ternyata justru hanya melahirkan
kesenjangan sosial, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis politik, dan
utang luar negeri yang membengkak.
Akhirnya,
Orde baru pun digulingkan oleh gerakan moral (moral forces) mahasiswa tahun
1998 yang melahirkan Orde Reformasi.
Melalui
hari Kesaktian Pancasila sekarang ini, kita mencoba untuk menggali kembali
makna mendalam Pancasila sebagai ideologi bangsa, dasar hukum, dan pandangan
hidup bangsa Indonesia untuk ditanamkan dalam diri anak didik kita. Sehingga,
anak didik kita kelak menjadi generasi bangsa yang mempunyai wawasan kebangsaan
dan nasionalisme supaya tidak terjebak pada tindakan menghalalkan segala cara
dalam mencapai tujuan seperti PKI. Hari Kesaktian Pancasila bukan dalam arti
mitologi, bahwa karena kesaktiannya Pancasila mampu menggagalkan rencana PKI
untuk menggantikannya dengan ideologi komunis.
Mari
kita memaknai kembali hari Kesaktian Pancasila sebagai wahana pendidikan bagi kita
untuk melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen dengan
semangat belajar dan prestasi. Sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang
sedang berjuang keluar dari krisis multidimensi dan perkembangan globalisasi,
maka memaknai hari Kesaktian Pancasila haruslah kontekstual. Ada tiga prinsip
yang harus ditanamkan pada anak didik kita sejak dini menurut Presiden Soekarno
yang sering disebut dengan Trisakti.
Pertama
adalah sakti dalam berbudaya dan berkepribadian. Artinya pendidikan yang kita
ajarkan sejak Sekolah Dasar haruslah berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila
yang lahir dari khasanah budaya bangsa Indonesia. Kepribadian dan budaya
Indonesia yang luhur akan melahirkan anak didik yang mempunyai kebanggaan
nasional, cinta tanah air, semangat persatuan dalam pembangunan, dan harga diri
sebagai bangsa Indonesia.
Kedua, sakti dalam bidang ekonomi yaitu berdiri di atas kaki sendiri (berdikari). Bangsa Indonesia harus keluar dari ketergantungan kepada negara lain dalam bidang ekonomi. Anak-anak Indonesia harus belajar ekonomi Pancasila yang didasarkan pada kemandirian, kekeluargaan, dan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Dengan menerapkan ekonomi Pancasila, maka diharapkan tidak ada eksploitasi terhadap sumber daya alam, penumpukan kekayaan pada segolongan orang, dan kesenjangan sosial. Sebab sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 bahwa kekayaan alam Indonesia digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Ketiga,
sakti dalam berdaulat dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Indonesia telah kehilangan Provinsi Timor Timur, pulau Sipadan dan
Ligitan, sekarang Indonesia sedang menghadapi persoalan perbatasan wilayah
dengan Malaysia. Oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia harus berjuang
bersama-sama mempertahankan kedaulatan wilayahnya dari rongrongan negara lain.
Sebab, kedaulatan wilayah Indonesia adalah sumber kekayaan alam sekaligus
simbol harga diri sebagai bangsa yang besar.
Dengan
menggali kembali makna Kesaktian Pancasila melalui semangat dan jiwa Trisakti
yang kita tanamkan dalam pendidikan kepada anak didik kita, maka bangsa
Indonesia akan keluar dari krisis multidimensi. Dan, Pancasila sebagai dasar
negara, ideologi, dan sumber dari segala sumber hukum akan tetap tegak berdiri
dan lestari.
2. 2 Oktober (Hari Batik Nasional)
Pemilihan
tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional, mengingat pada tanggal itu Badan
PBB yang membidangi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO)
secara resmi mengakui batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. UNESCO memasukkan
batik dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia. Pengakuan
terhadap batik merupakan pengakuan internasional terhadap mata budaya
Indonesia.
Penetapan
hari Batik Nasional juga dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
upaya perlindungan dan pengembangan batik Indonesia. Batik sebagian besar
diproduksi oleh industri kecil, sehingga dengan makin sering masyarakat memakai
batik sama artinya menghidupkan usaha kecil menengah.
Sejarah
batik di Nusantara sudah dimulai jauh sebelum kata “Indonesia” sendiri
tercipta. Budaya teknik cetak motif batik tutup celup dengan menggunakan malam
dari sarang lebah di atas kain sebenarnya tidak eksklusif terdapat di
Indonesia, melainkan terbentang dari Mesir hingga kawasan Timur Tengah lainnya.
Teknik
ini juga dapat dijumpai di Turki, India, Cina, Jepang dan Afrika. Namun tidak
ada satu tempat pun di dunia ini yang mengembangkan teknologi dan motif batik
sedemikian kompleks dan kaya seperti di Indonesia (terutama Jawa).
Teori
mengenai asal-muasal batik telah menjadi perbincangan yang cukup pelik. G.P.
Rouffaer, ilmuwan Belanda yang meneliti soal batik mengatakan, teknik ini
dibawa pertama kali dari daerah India Selatan. Ada lagi pendapat dari J.L.A Brandes yang
mengatakan bahwa sebenarnya sebelum ada pengaruh India datang ke Indonesia,
Nusantara telah memiliki 10 unsur kebudayaan asli yaitu, wayang, gamelan,
puisi, pengecoran logam mata uang, pelayaran, ilmu falak, budidaya padi, irigasi,
pemerintahan, serta batik.
Teori
ini kemudian sedikit mematahkan teori bahwa batik berasal dari India Selatan.
Ada lagi yang menceritakan, sejarah batik di
Indonesia tumbuh dan berkembang semenjak adanya impor kain tenun dari India
pada abad ke-17. Kain Eropa juga masuk ke Indonesia pada awal tahun 1815. Namun
teori ini juga bergulir begitu saja. Mengingat motif-motif serupa motif batik
sudah dapat kita temukan di relief-relief candi Prambanan dan juga Candi
Borobudur. Artinya, bangunan-bangunan yang sudah berdiri semenjak abad ke-8 ini
sudah mempengaruhi motif batik yang ada hingga sekarang.
Sebuah
tinjauan sejarah yang diterbitkan oleh Bataviaasche Genootchap Van Kunsten
Wetwnschapen tahun 1912 dan bernama kitab Centini menyebutkan, pada jaman
Pakubuwono V, sudah ada istilah batik dan pada waktu itu sudah terdapat
motif-motif halus seperti gringsing, kawung, parang rusak dan lain-lain.
Dalam
kitab ini juga disebutkan bahwa canting sudah digunakan pada saat itu. Dalam
kesusastraan kuno dan pertengahan, sempat ditemukan pembahasan soal nyerat atau
nitik yang diduga merupakan teknik menghias kain menggunakan malam. Kemudian,
setelah keraton Kartasuro pindah ke Surakarta, muncullah istilah mBatik dari
Jarwo Dosok. Kata ini berasal dari gabungan kata “ngembat” dan “titik” yang
berarti membuat titik.
Dari
semua tinjauan literatur ini cukup terlihat bahwa teknik merintang warna dengan
menggunakan malam ini memang berkembang dan maju di tanah Jawa, terutama Jawa
Tengah. Perkara kemudian seluruh daerah di Nusantara memiliki batik sudah jelas
akibat proses bergeraknya manusia dan bergeraknya kebudayaan yang ada bersama
manusia-manusia tersebut.
Dan
teknik ini kemudian juga berkembang, mengikuti proses asimilasi budaya
orang-orangnya. Dan inilah yang kemudian membuat batik menjadi begitu kaya dan
beragam.
Dari
timur ke barat, dari utara ke selatan, hampir semua daerah di pulau Jawa
memiliki batiknya sendiri-sendiri. Bicara batik Jogja dan Solo, maka kita
akan bicara sedikit tentang sejarah kerajaan Mataram Islam. Sebuah buntut dari
kedigdayaan kerajaan Nusantara yang begitu berjaya pada masanya.
Melalui
proses yang sangat pelik dan melibatkan ratusan kali pemberontakan akhirnya
kerajaaan Mataram Islam dipecah menjadi dua melalui perjanjian Giyanti pada 13
Februari 1755.
Perjanjian yang sedikit banyak melibatkan campur tangan VOC ini, membagi wilayah Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Dimana Pakubuwono III menjadi rajanya dan Pangeran Mangkubumi menjadi Raja di wilayah yang baru dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Perjanjian yang sedikit banyak melibatkan campur tangan VOC ini, membagi wilayah Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Dimana Pakubuwono III menjadi rajanya dan Pangeran Mangkubumi menjadi Raja di wilayah yang baru dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Intinya,
pemisahan wilayah ini, kemudian membuat berbagai macam perubahan dalam budaya di
kedua wilayah tersebut.
Kasunanan
Surakarta, yang merupakan awal dari kerajaan Mataram Islam mempertahankan semua
jenis kebudayaan yang mereka miliki. Mulai dari ritual, tarian sampai ke batik.
Sedangkan Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat cenderung membuat berbagai macam
tradisi baru, namun tetap berakar pada tradisi kerajaan Mataram Islam. Termasuk
juga kain batiknya.
Apabila sedikit disimpulkan, budaya pada Kasunanan Surakarta lebih konvensional dibandingkan Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat yang cenderung progresif. Ini terlihat misalnya pada tarian di Yogyakarta yang lebih dinamis, dibandingkan posisi berdiri yang lebih tegak dibandingkan Surakarta.
Apabila sedikit disimpulkan, budaya pada Kasunanan Surakarta lebih konvensional dibandingkan Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat yang cenderung progresif. Ini terlihat misalnya pada tarian di Yogyakarta yang lebih dinamis, dibandingkan posisi berdiri yang lebih tegak dibandingkan Surakarta.
Untuk
batik, Sultan Hamengkubuwono I dari Yogya, memilih latar putih sebagai warna
dasar kain batiknya. Sedangkan Susuhunan Pakubuwono III dari Kasunanan
Surakarta/ Solo tetap memilih latar sogan dan cenderung gelap untuk kain
batiknya.
Warna
putih adalah warna dominan yang dapat kita lihat pada kain batik Yogya. Warna
sogan cokelat kuning keemasan adalah warna dominan batik Solo.
Apabila
batik Yogya tampil dalam warna gelap, maka warna gelap kebiruanlah yang akan
dominan terlihat pada kain batiknya. Sedangkan Batik Solo akan tampil dalam
warna hitam kecokelatan ketika tampil dalam warna gelap. Ini muncul sebagai
akibat dari proses pencelupan warna biru berkali-kali yang didapatkan dari
tanaman indigo.
Sedangkan
warna hitam kecokelatan yang terdapat pada batik Solo merupakan hasil
pencelupan berkali-kali warna cokelat sogan.
Ini
adalah hal paling mendasar yang membedakan batik Yogya dan Solo. Warna sogan
atau kuning cokelat keemasan tetap menjadi warna khas kedua batik ini.
Beberapa
perbedaan juga terlihat bagaimana perajin batik Yogya dan Solo dalam memprodo —
hiasan emas pada motif — batik mereka.
Membubuhkan
prodo gaya Solo berbeda dengan gaya Yogya. Pada gaya Solo, yang dibubuhi prodo
hanyalah garis luar (outline) corak dan sebagian isen-isennya. Sedangkan gaya
Yogya, hampir seluruh corak dan isennya dilapisi prodo. Kesan yang ditampilkan
pada prodo gaya Solo adalah lebih tenang dan anggun, sedangkan pada gaya Yogya
lebih gagah dan menonjol.
Keduanya
sama-sama indah. Batik, merupakan karya seni yang mewakili jiwa. Begitu juga
dengan pemakainya. http://chase-on.blogspot.com/2012/10/sejarah-menganai-batik-dan.html
3.
5 Oktober (Hari Tentara Nasional Indonesia)
Tentara
Nasional Indonesia terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan
Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang
Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan.
Dalam
sejarahnya, TNI pernah digabungkan dengan POLRI. Gabungan ini disebut ABRI
(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang menggunakan slogan “Catur Dharma
Eka Karma” disingkat “CADEK”. Sesuai Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang
pemisahan TNI dan POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran
TNI dan peran POLRI maka pada tanggal 30 September 2004 telah disahkan RUU TNI
oleh DPR RI yang selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden Megawati pada
tanggal 19 Oktober 2004.
Seiring berjalannya era reformasi di Indonesia, TNI mengalami proses reformasi internal yang signifikan. Di antaranya adalah perubahan doktrin “Catur” menjadi “Tri” setelah terpisahnya POLRI dari ABRI. Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI nomor Kep/21/I/2007, pada tanggal 12 Januari 2007, doktrin TNI ditetapkan menjadi “Tri Dharma Eka Karma”, disingkat “TRIDEK”.
Seiring berjalannya era reformasi di Indonesia, TNI mengalami proses reformasi internal yang signifikan. Di antaranya adalah perubahan doktrin “Catur” menjadi “Tri” setelah terpisahnya POLRI dari ABRI. Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI nomor Kep/21/I/2007, pada tanggal 12 Januari 2007, doktrin TNI ditetapkan menjadi “Tri Dharma Eka Karma”, disingkat “TRIDEK”.
Tahun 2009,
jumlah personil TNI adalah sebanyak 432.129 personil.
Sejarah TNI Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang KNIP dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.
Sejarah TNI Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang KNIP dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.
Akhirnya,
melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini diperingati
sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi
Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, dirubah lagi menjadi
Tentara Republik Indonesia.
Karena saat
itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara
Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden Soekarno
mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan
barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.
Sejarah Perjuangan TNI.
Sejarah Perjuangan TNI.
Perjalanan Sejarah Perjuangan TNI . Pada awal kemerdekaan terakumulasi
kekuatan bersenjata yang berasal dari para tokoh pejuang bersenjata, baik dari
didikan Jepang (PETA), Belanda (KNIL), maupun mereka yang berasal dari lascar
rakyat, inilah cikal bakal lahirnya TNI, yang dalam perkembangannya
mengkonsolidasikan diri ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian
berturut-turut berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara
Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), Tentara Nasional
Indonesia (TNI), Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat (APRIS), yang kembali menjadi Angkatan Perang
Republik Indonesia (APRI), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI),
melalui penggabungan dengan Polri, dan berdasarkan Ketetapan MPR No.
VI/MPR/2000 kembali menggunakan nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah
pemisahan peran antara TNI dan Polri. Sejak kelahirannya, TNI menghadapi
berbagai tugas dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara.
Pengabdian TNI kepada negara dapat dilihat dalam perjalanan sejarah
perjuangannya sebagai berikut Mempertahankan Kemerdekaan.
Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia
menghadapi Sekutu/Belanda yang berusaha menjajah kembali bangsa Indonesia .
Kedatangan kembali Sekutu/Belanda mendapat perlawanan kekuatan TNI
bersama rakyat, yaitu terjadi pertempuran di mana-mana, seperti di Semarang
(1945), Ambarawa (1945), Surabaya (1945), Bandung Lautan Api (1946), Medan Area
(1947), Palembang (1947), Margarana (1946), Menado (1946), Sanga-Sanga (1947),
Agresi Militer Belanda I (1947), Agresi Militer Belanda II (1948), dan Serangan
Umum 1 Maret 1949 sehingga bangsa Indonesia mampu mempertahankan pengakuan atas
kemerdekaan dan kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949. Perjuangan ini
berhasil berkat adanya kepercayaan diri yang kuat, semangat pantang menyerah,
berjuang tanpa pamrih dengan tekad merdeka atau mati. Khusus pada saat
menghadapi agresi militer Belanda Il, walaupun Pemerintah RI yang saat itu
berpusat di Yogyakarta telah menyerah, Panglima Besar Jenderal Sudirman tetap
melanjutkan perjuangannya, yaitu dengan cara bergerilya karena berpegang teguh
pada prinsip kepentingan negara dan bangsa.
Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara . TNI bersama rakyat melaksanakan operasi dalam negeri seperti penumpasan terhadap PKI di Madiun 1948 dan G-30-S/PKI 1965, terhadap pemberontakan DI/Til di Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, terhadap PRRI di Sumatra Barat, Permesta di Menado, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, PGRS/Paraku di Kalimantan Barat, RMS di Ambon, GPLHT di Aceh, Dewan Ganda di Sumatra Selatan, dan OPM di Irian. Perjuangan ini dilaksanakan demi kepentingan menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara serta berpegang teguh pada prinsip demi kepentingan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara . TNI bersama rakyat melaksanakan operasi dalam negeri seperti penumpasan terhadap PKI di Madiun 1948 dan G-30-S/PKI 1965, terhadap pemberontakan DI/Til di Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, terhadap PRRI di Sumatra Barat, Permesta di Menado, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, PGRS/Paraku di Kalimantan Barat, RMS di Ambon, GPLHT di Aceh, Dewan Ganda di Sumatra Selatan, dan OPM di Irian. Perjuangan ini dilaksanakan demi kepentingan menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara serta berpegang teguh pada prinsip demi kepentingan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Operasi
pengamanan dilaksanakan terhadap kegiatan kenegaraan seperti Pemilu, Sidang
Umum / Sidang Istimewa MPR, dan pengamanan terhadap terjadinya konflik komunal.
Operasi pengamanan ini didasarkan kepada kepentingan negara dan bangsa,
penyelamatan kehidupan berbangsa dan bernegara.
-
Jati diri TNI Sesuai UU TNI pasal 2, jati diri Tentara
Nasional Indonesia adalah:
a.
Tentara Rakyat, yaitu
tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang
menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam
melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya
b.
Tentara Nasional Indonesia, Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan
Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah,
suku, ras, dan golongan agama
c.
Tentara Profesional, yaitu
tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik
praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti
kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak
asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah
diratifikas
4. 16 Oktober (Hari Parlemen Nasional)
5. 24 Oktober (Hari Dokter Nasional)
Ketenagalistrikan
di Indonesia dimulai pada akhir abad ke 19, pada saat beberapa perusahaan
Belanda, antara lain pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit tenaga
listrik untuk keperluan sendiri. Ketenagalistrikan untuk kemanfaatan umum mulai
ada pada saat perusahaan swasta Belanda yaitu N V. Nign, yang semula bergerak
di bidang gas memperluas usahanya di bidang penyediaan listrik untuk
kemanfaatan umum. Pada tahun 1927 pemerintah Belanda membentuk s'Lands
Waterkracht Bedriven (LWB) , yaitu perusahaan listrik negara yang mengelola
PLTA Plengan, PLTA Lamajan , PLTA Bengkok Dago , PLTA Ubrug dan Kracak di Jawa Barat,
PLTA Giringan di Madiun, PLTA Tes di Bengkulu, PLTA Tonsea lama di Sulawesi
Utara dan PLTU di Jakarta. Selain itu di beberapa Kotapraja dibentuk
perusahaan-perusahaan listrik Kotapraja.
Dengan
menyerahnya pemerintah Belanda kepada Jepang dalam perang dunia 11, maka
Indonesia dikuasai Jepang. Oleh karena itu, perusahaan listrik dan gas yang ada
diambil alih oleh Jepang, dan semua personil dalam perusahaan listrik tersebut
diambil alih oleh orang-orang Jepang. Dengan jatuhnya Jepang ke tangan sekutu,
dan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, maka
kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh pemuda dan buruh listrik dan gas
untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan listrik dan gas yang dikuasai
Jepang.
Setelah
berhasil merebut perusahaan listrik dan gas dari tangan kekuasaan Jepang,
kemudian pada bulan September 1945 suatu delegasi dari buruh / pegawai listrik
dan gas menghadap pimpinan K N I Pusat yang pada waktu itu diketuai oleh M.
Kasman Singodimedjo untuk melaporkan hasil perjuangan mereka. Selanjutnya,
delegasi bersama-sama dengan pimpinan K N I Pusat menghadap Presiden Soekarno,
untuk menyerahkan perusahaan - perusahaan listrik dan gas kepada pemerintah
Republik Indonesia. Penyerahan tersebut diterima oleh Presiden Soekarno, dan
kemudian dengan Penetapan Pemerintah No. 1 tahun 1945 tertanggal 27 Oktober
1945 dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan
Tenaga.
Dengan
Adanya Agresi Belanda I Dan II, Sebagian Besar Perusahaan - Perusahaan Listrik
Dikuasai Kembali Oleh Pemerintah Belanda Atau Pemiliknya Semula.
Pegawai-pegawai Yang Tidak Mau Bekerja Sama Kemudian Mengungsi Dan
Menggabungkan Diri Pada Kantor-kantor Jawatan Listrik Dan Gas Di Daerah-daerah
Republik Indonesia Yang Bukan Daerah Pendudukan Belanda Untuk Meneruskan
Perjuangan.
Selanjutnya,
Dikeluarkan Keputusan Presiden R.i. Nomor 163, Tanggal 3 Oktober 1953 Tentang
Nasionalisasi Perusahaan Listrik Milik Bangsa Asing Di Indonesia Jika Waktu
Konsesinya Habis.
Sejalan
Dengan Meningkatnya Perjuangan Bangsa Indonesia Untuk Membebaskan Irian Jaya
Dari Cengkeraman Penjajahan Belanda, Maka Dikeluarkan Undang-undang Nomor 86
Tahun 1958 Tertanggal 27 Desember 1958 Tentang Nasionalisasi Semua Perusahaan
Belanda Dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 Tetang Nasionalisasi
Perusahaan Listrik Dan Gas Milik Belanda. Dengan Undang-undang Tersebut , Maka
Seluruh Perusahaan Listrik Belanda Berada Di Tangan Bangsa Indonesia.
Sejarah
Ketenagalistrikan Di Indonesia Mengalami Pasang Surut Sejalan Dengan Pasang
Surutnya Perjuangan Bangsa. Pada Tanggal 27 Oktober 1945 Kemudian Dikenal
Sebagai Hari Listrik Dan Gas. Hari Tersebut Diperingati Untuk Pertama Kali Pada
Tanggal 27 Oktober 1946, Bertempat Digedung Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat ( Bpknip ) Yogyakarta. Penetapan Secara Resmi Tanggal 27
Oktober 1945 Sebagai Hari Listrik Dan Gas Berdasarkan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Dan Tenaga. Nomor 20 Tahun 1960, Namun Kemudian Berdasarkan
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik Nomor 235 / Kpts / 1975
Tanggal 30 September 1975 Peringatan Hari Listrik Dan Gas Yang Digabung Dengan
Hari Kebaktian Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik Yang Jatuh Pada Tanggal 3
Desember. Mengingat Pentingnya Semangat Dan Nilai-nilai Hari Listrik, Maka Berdasarkan
Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 1134.k. / 43.pe /1992 Tanggal
31 Agustus 1992 Ditetapkanlah Tanggal 27 Oktober Sebagai Hari Listrik
Nasional. http://pln-jatim.co.id/red/?m=profil&p=hln
6. 27 Oktober (Hari Blogger Nasional)
7. 28 Oktober (Hari Sumpah Pemuda)
Sumpah Pemuda adalah
bukti otentik bahwa tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Oleh
karena itu sudah seharusnya segenap rakyat Indonesia memperingati momentum 28
Oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran Bangsa
Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun
tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi
ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk
membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia
asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga
berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945. Rumusan
Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad
Yamin pada secarik kertas yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah
berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik
kepada Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie
(Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini),
yang kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas
tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga.
Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan
panjang-lebar oleh Yamin.
Sumpah
Pemuda versi orisinal:
Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoewa
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoewa
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Sumpah
Pemuda versi Ejaan Yang Disempurnakan:
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dalam upaya mempersatu wadah organisasi pemuda
dalam satu wadah telah dimulai sejak Kongres Pemuda Pertama 1926. Oleh sebab
itu, tanggal 20 Februari 1927 telah diadakan pertemuan, namun pertemuan ini
belum mencapai hasil yang final.
Kemudian pada 3 Mei 1928 diadakan pertemuan lagi,
dan dilanjutkan pada 12 Agustus 1928. Pada pertemuan terakhir ini dihadiri
semua organisasi pemuda dan diputuskan untuk mengadakan Kongres pada bulan
Oktober 1928, dengan susunan panitia dengan setiap jabatan dibagi kepada satu
organisasi pemuda (tidak ada organisasi yang rangkap jabatan) sebagai berikut:
- Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI)
- Wakil Ketua: R.M. Joko Marsaid (Jong Java)
- Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Soematranen Bond)
- Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)
- Pembantu I: Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond)
- Pembantu II: R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia)
- Pembantu III: R.C.I. Sendoek (Jong Celebes)
- Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
- Pembantu V: Mohammad Rochjani Su'ud (Pemoeda Kaoem Betawi)
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua
berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar
Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari
seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung
yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober
1928, di Gedung Katholieke
Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan
Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini
dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara
dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan
dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan
Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober
1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop,
membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa
anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara
pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische
Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario
menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan.
Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari
pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin
dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu
"Indonesia Raya" karya Wage Rudolf Supratman yang dimainkan dengan
biola saja tanpa syair, atas saran Sugondo kepada Supratman. Lagu tersebut
disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan
mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu
diucapkan sebagai Sumpah Setia.
Para peserta Kongres Pemuda II
ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu,
seperti Jong
Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak,
Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond,
Sekar Rukun,
PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. Di antara mereka hadir
pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw
Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie namun sampai saat ini tidak diketahui latar
belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiong hadir
sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh AR Baswedan
pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang dan
mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab.
Bangunan di Jalan Kramat Raya 106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda, adalah
sebuah rumah pondokan untuk pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong.Gedung Kramat 106 sempat dipugar Pemda DKI Jakarta 3 April-20 Mei 1973 dan diresmikan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 20 Mei 1973 sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Gedung ini kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 Mei 1974. Dalam perjalanan sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI Jakarta, dan saat ini dikelola Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.