Translate

Kamis, 12 September 2013

Profesionalisme Eksekutif


Latar Belakang
 
Indonesia adalah negara demokrasi yang menganut sistem “TRIAS POLITICA” yang dicetuskan oleh Montesquieu, membagi kekuasaan menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Masing-masing lembaga tersebut tidak dipisahkan secara tegas kekuasaannya yang akan menimbulkan checking power with power sebagaimana di negara-negara liberal yang menganut demokrasi bebas, tetapi hanya dengan melaksanakan pembagian kekuasaan tetap ada keterkaitan dan koordinasi. Ketiga lembaga ini ibarat seperti tali berpilin tiga, atau tiga kaki sendi tungku untuk satu adonan, dimana bila salah satu tidak ada atau tidak berfungsi maka yang di dapat dari apa yang dituju adalah sesuatu yang tidak seperti yang diharapkan sebagaimana mestinya.
Ketiga lembaga di Indonesia tersebut jika dilihat tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada masa presidan Soekarno lebih dominan eksekutifnya, begitu juga pada masa presiden Soeharto. Baru setelah reformasi pada tahun 1998 fungsi legislatif eksis bersama eksekutif, tetapi itu belum cukup karena masih ada satu lagi fungsi yang belum eksis yaitu fungsi yudikatif. Fungsi yudikatif baru sekarang ini hendak difungsikan secara maksimal. Persoalan hukum memang persoalan yang cukup pelik di negara kita, karena selama ini boleh dikatakan kita tidak begitu memberi perhatian yang cukup terhadap masalah ini. Kita berharap agar lembaga pemerintah sebagai lembaga terpisah yang bersinergi dengan dua lembaga lainnya yaitu legislatif dan yudikatif dapat menjadi lembaga yang independen.
Kekusaan eksekutif dalam suatu negara ialah kekuasaan dimana dijalankannya segala kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan badan legislatif dan menyelenggarakan undang-undang yang telah diciptakan oleh badan legislatif. Akan tetapi, dalam perkembangannya dalam masa negara modern seperti saat ini kekuasaan badan eksekutif jauh lebih luas karena kekuasaannya dapat pula mengajukan undang-undang pada lembaga legislatif.

 Definisi Lembaga Eksekutif

Eksekutif berasal dari kata eksekusi yang berarti pelaksana. Lembaga eksekutif adalah lembaga yang ditetapkan untuk menjadi pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Eksekutif merupakan pemerintahan dalam arti sempit yang melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan haluan negara untuk mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasinya adalah kabinet atau dewan menteri dimana masing-masing menteri memimpin departemen dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Kekuasaan eksekutif dalam suatu negara merupakan kekuasaan dimana dijalankannya segala kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif.
Menurut tafsiran tradisional azas Trias Politica yang dicetuskan Montesquieu, tugas badan eksekutif hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya badan eksekutif badan eksekutif leluasa sekali ruang geraknya. Zaman modern telah menimbulkan paradoks bahwa lebih banyakundang-undang yang diterima oleh badan legislatif dan yang harus dilaksanakan oleh badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan eksekutifnya.
Memilih tipe eksekutif sejatinya adalah menentukan suatu pilihan yang cocok, bukan memilih berdasarkan keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Pilihan tipe eksekutif lebih kepada bagaimana desain institusional suatu negara, jadi undang-undang dasarlah yang menentukan tipe kekuasaan eksekutif ini. Tujuan dari pilihan tipe eksekutif tersebut ialah:
1.      Manajemen konflik dan pemeliharaan sistem
2.      Penentuan dan inovasi kebijakan
3.      Koherensi dan konsistensi kebijakan
4.      Keterwakilan kelompok-kelompok sosial, masyarakat
5.      Proteksi atas kepentingan minoritas

Peran dan fungsi lembaga eksekutif dalam pemerintahan negara Indonesia
Pemerintahan adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan. Oleh karenanya pemerintah sering menjadi personifikasi sebuah negara. Pemerintahan menegakkan hukum dan memberantas kekacauan, mengadakan perdamaian, dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang bertentangan. Pemerintah adalah badan yang mengatur urusan sehari-hari yang menjalankan kepentingan bersama. Pemerintah melaksanakan tujuan negara, menjalankan fungsi-fungsi kesejahteraan bersama. Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana tersebut di atas, pemerintah membagi kekuasaan kepada beberapa organ dengan maksud bahwa satu organ itu hanya memegang satu kekuasaan saja, yaitu:
1.      Kekuasaan perundang-undangan diserahkan kepada lembaga legislatif
2.      Kekuasaan pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada lembaga eksekutif
3.      Kekuasaan pengawasan diserahkan kepada lembaga yudikatif
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 4 ayat (1)), sehingga kekuasaan dan tanggung jawab pemerintahan berada di tangan Presiden. Secara substantif, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 banyak sekali mengandung kelemahan. Hal itu dapat diketahui antara lain, kekuasaan eksekutif terlalu besar tanpa disertai oleh prinsip checks and balances yang memadai.
Tahun 1945 biasa disebut executive heavy, dan hal itu menguntungkan bagi siapa saja yang menduduki jabatan presiden. Terjadinya Reformasi pada Mei 1998 telah membawa berbagai perubahan mendasar dalam kehidupan bernegara dan berbangsa Indonesia. Pertama, sejak jatuhnya kekuasaan Presiden Soeharto, tidak terdapat lagi pemimpin sentral yang menentukan. Munculnya pusat-pusat kekuasaan baru di luar negara telah menggeser kedudukan seorang Presiden RI dari penguasa yang hegemonik dan monopolistik menjadi kepala pemerintahan biasa, yang sewaktu-waktu dapat digugat bahkan diturunkan dari kekuasaannya. Kedua, munculnya kehidupan politik yang lebih liberal, yang melahirkan proses politik yang juga liberal. Ketiga, reformasi politik juga telah mempercepat pencerahan politik rakyat. Semangat keterbukaan yang ada pada reformasi telah memperlihatkan kepada publik betapa tingginya tingkat penyelewengan dari proses penyelenggaraan negara. Keempat, pada tataran lembaga tinggi negara, kesadaran untuk memperkuat proses checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan telah berkembang sedemikian rupa. Kelima, reformasi politik telah mempertebal keinginan sebagian elite berpengaruh dan publik politik Indonesia untuk secara sistematik dan damai melakukan perubahan mendasar dalam konstitusi RI.
Prinsip kedaulatan yang berasal dari rakyat, selama ini diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat, pelaku kedaulatan rakyat dan sebagai lembaga tertinggi negera dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Selanjutnya dari MPR ini, kekuasaan rakyat tersebut seolah-olah dibagi-bagikan secara vertikal kepada lembaga-lembaga tinggi negara yang berada di bawahnya. Oleh karena itu prinsip yang dianut disebut prinsip pembagian kekuasaan (distribution of power). Setelah dilakukan perubahan terhadap kelembagaan dan kewenangan MPR sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi:
1.      Majelis Pemusyawaratan Rakyat berwenang mengubah Undang-Undang Dasar;
2.      Majelis Pemusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
3.      Majelis Pemusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
Majelis Pemusyawaratan Rakyat tidak lagi menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara, baik yang berbentuk GBHN maupun peraturan perundang-undangan, serta tidak lagi memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Hal tersebut berkaitan dengan perubahan UUD 1945 yang menganut sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Dengan ketentuan baru tersebut, secara teoritis berarti terjadi perubahan fundamental dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yaitu sistem yang vertikal hierarkis dengan prinsip supremasi MPR menjadi horisontal fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling mengawasi antar lembaga negara (checks and balances).
Demikian pula dengan perubahan yang berkaitan dengan kekuasaan Presiden dan DPR, perubahan pertama UUD 1945 terhadap Pasal 5 dan Pasal 20 dipandang sebagai permulaan terjadinya pergeseran executive heavy ke arah legislatif heavy. Hal tersebut terlihat dari pergeseran kekuasaan Presiden dalam membentuk undang-undang yang diatur dalam Pasal 5, berubah menjadi Presiden berhak mengjukan rancangan undang-undang, dan DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20). Perubahan pasal-pasal tersebut memindahkan titik berat kekuasaan legislatif nasional yang semula berada di tangan Presiden beralih ke tangan DPR.
Dengan pergeseran kewenangan membentuk undang-undang ini maka sesungguhnya ditinggalkan pula teori pembagian kekuasaan dengan prinsip supremasi MPR menjadi pemisahan kekuasaan dengan prinsip checks and balances sebagai ciri pelekatnya. Hal ini juga merupakan penjabaran lebih jauh dari kesepakatan untuk memperkut sistem presidensiil.
Aspek perimbangan kekuasaan mengenai hubungan Presiden dan DPR, Presiden dan MA tampak dalam perubahan Pasal 13 dan 14. Perubahan terhadap pasal-pasal tersebut dapat dikatakan sebagai pengurangan atas kekuasaan Presiden yang selama ini dipandang sebagai hak prerogatif. Perubahan Pasal 13 berbunyi:
1.      Dalam hal mengangkat Duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR;
2.      Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Sebelum ada perubahan, Presiden sebagai kepala negara mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri duta dan konsul serta menerima duta negara lain. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka Presiden dalam mengangkat dan menerima duta besar sebaiknya diberikan pertimbangan oleh DPR.
Perubahan Pasal 14 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi sebagai berikut:
1.      Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung;
2.      Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perawakilan Rakyat.
Alasan perlunya Presiden memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung dalam pemberian grasi dan rehabilitasi adalah : pertama, grasi dan rehabilitasi merupakan proses yustisial dan biasanya diberikan kepada orang yang sudah mengalami proses, sedang amnesti dan abolisi ini lebih bersifat proses politik, kedua, grasi dan rahabilitasi lebih banyak bersifat perorangan, sedangkan amnesti dan abolisi biasanya bersifat massal. Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi adalah lembaga negara yang paling tepat dalam memberikan pertimbangan kepada presiden mengenai hal itu, karena grasi menyangkut putusan hakim, sdangkan rehabilitasi tidak selalu terkait dengan putusan hakim.
Sementara itu, DPR memberikan pertimbangan dalam hal pemberian amnesti dan abolisi karena didasari pada pertimbangan politik.
Melalui perubahan UUD 1945, Presiden diberikan kewenangan untuk membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden yang selanjutnya diatur dengan undang-undang. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara. Dengan demikian, perubahan UUD 1945 tetap memberikan kekuasaan eksekutif kepada Presiden dengan membatasi kewenangannya.

Peran dan fungsi badan eksekutif dalam Student Goverment
Badan Eksekutif dalam Student Government atau lebih dikenal dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) adalah organisasi intra kampus yang berorientasi pada pengembangan bakat, minat, dan potensi mahasiswa. BEM mempunyai peranan penting dalam menjalankan amanat dan aspirasi mahasiswa adapun fungsi yang di perankan BEM di antaranya pertama berfungsi sebagai konsulidator, fasilitator dan penyampai aspirasi yang efektif  bagi segenap elemen mahasiswa. Badan eksekutif seharusnya dapat menjadi motor penggerak bagi seluruh mahasiswa. Kedua sebagai perangkat sosial yang inten mendampingi masyarakat kampus  (mahasiswa) dalam mengawal proses kesejahteraan dan keadilan secara ideal. Dalam fungsi eksekusi ini BEM dituntut agar mampu mengembangkan kapabilitas dan kredibilitas mahasiswa sebagai Agent Of Change dalam tata kehidupan sosial.
Dalam perkembangannya, BEM sebagai lembaga eksekutif di tataran kampus harus mampu merancang sebuah program – program  yang sistematis, inovatif, dan edukatif  berdasarkan aspirasi dan kebutuhan mahasiswa demi kemaslahatan kampus pada umumnya. Bekal pengetahuan dan keterampilan yang telah di peroleh ini, mahasiswa tentunya akan mempunyai fundament (dasar) yang kuat guna terjun dalam realitas kehidupan masyarakat karena persoalan bangsa ini ke depan bukan sekedar polemik-polemik dalam panggung politik saja namun, juga menjadi lebih kompleks pada sektor ekonomi, agama, pendidikan, pangan dan sebagainya.
Sudah banyak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh BEM namun sosialisasi kepada mahasiswa kurang maksimal, cukup banyak mahasiswa yang tidak melihat ataupun tidak mengerti terhadap eksistensi BEM karena di setiap kegiatannya jarang ada kemasan kegiatan yang cukup besar dan menyentuh terhadap mahasiswa keadaan tersebut  kadang menjadi pemicu miss komunikasi antara mahasiswa dengan pengurus BEM ketika mengklarifikasi kegiatan. Pemilihan ketua BEM (Presiden mahasiswa) biasanya di lakukan secara singkat tanpa melalui beberapa sistem sehingga tak jarang dari beberapa mahasiswa, mengeluh dan menyayangkan hal ini.
Badan eksekutif dituntut harus mampu memahami keinginan mahasiswa yang dituangkan dalam setiap program kerjanya. Badan eksekutif yang ideal ialah badan eksekutif yang visioner yaitu memiliki gambaran kemana roda kehidupan mahasiswa ini diarahkan. Sebagai badan pengambil kebijakan politis, tentunya badan eksekutif harus mempergunakan kewenangan politiknya dengan tepat guna dan sebaik-baiknya untuk mewujudkan kesejahteraan mahasiswa. Disamping itu, badan eksekutif dituntut untuk mampu menjalankan fungsi advokasi mahasiswa yang berupa fungsi memperjuangkan hak-hak mahasiswa di lingkungan universitas. Sekali lagi, fungsi tersebut tak lepas dari politik yang dimiliki oleh sebuah badan eksekutif di lingkungan mahasiswa.
Badan eksekutif harus menjalin suatu hubungan kerja sama yang baik dengan badan legislatif sebagai perwujudan mahasiswa melalui wakil-wakilnya agar tercipta suatu kesepahaman dan tatanan yang harmonis sehingga tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mahasiswa dapat terpenuhi dengan baik. Untuk mencipta suatu badan eksekutif yang baik tentunya harus diawali dengan permulaan yang baik pula. Sebuah badan eksekutif harus dibentuk dan disahkan secara aklamasi melalui suatu proses yang demokratis. Hal ini bertujuan agar badan eksekutif dapat menjadi cerminan dari keinginan mahasiswa dimana orang-orang yang duduk di badan eksekutif haruslah ditunjuk oleh mahasiswa karena idealismenya.


Jiwa komitmen yang harus dimiliki oleh pengurus badan eksekutif
Ketergerakan mahasiswa untuk ikut serta dalam membangun kolegium masih dirasa kurang. Bila ditelusuri ada beberapa faktor yang mempengaruhi fenomena ini: merasa tidak punya kemampuan, merasa tidak mendapat manfaat, suasana yang tidak menyenangkan yang ada di dalam organisasi, dll. Di satu sisi aktifis-aktifis kemahasiswaan mengalami fenomena yang dinamakan ke-multi-amanah-an, sedangkan di sisi lain ada mahasiswa yang mengalami musibah nganggur-luar-biasa-nggak-ada-kerjaan. Kembali ke peran pemimpin. Inilah yang harus menjadi tanggung jawab para pemimpin di kolegium. Visi dan misi BEM seharusnya bukan hanya milik pengurus BEM dan pengurus lembaga saja, namun hendaknya menjadi pedoman arah gerak seluruh mahasiswa, seluruh anggota kolegium, yang notabene adalah anggota BEM juga. Peningkatan soft skill, peningkatan wawasan kebangsaan, skill kepemimpinan, dll. bukan hanya milik pengurus lembaga, namun hendaknya semua anggota kolegium dapat mendapatkan dirinya dikembangkan bersama-sama dengan pengurus yang lain.
Pengurus BEM haruslah memiliki skill kepemimpinan, wawasan yang luas, profesional, sinergi, kontributif, jujur, amanah, fathonah, tabligh, pendidikan yang berkualitas, dan bermoral kebangsaan. Badan Eksekutif Mahasiswa merupakan wadah kaderisasi organisasi di lingkungan kampus yang mempunyai tanggung jawab secara moral dan struktural untuk mempersiapkan kader-kader yang militan, handal, tangguh dan memiliki akhlak serta tanggung jawab moral secara terus menerus untuk melakukan penguatan di tingkat basis.


Profesionalisme yang harus dimiliki oleh pengurus badan eksekutif
Aktivis BEM harus mempunyai komitmen dan profesionalisme untuk bekerja sesuai aturan yang telah ada ataupun disepakati bersama. Rapi dalam segala tindakan dan tertib administrasi, diantaranya :
a.       Solutif
Meningkatkan cara-cara kontribusi yang semakin baik, cepat dan mudah. Penyederhanaan dapat dilakukan dalam hal memecahkan masalah dengan tidak menerapkan peraturan yang kaku; mengambil keputusan dan aktifitas/proses dengan cepat. Sikap sederhana dapat juga direfleksikan dalam penggunaan anggaran yang tidak boros, efisien, dan tidak mubadzir.
b.      Team work
Aktivis BEM harus mengutamakan team work dari pada kerja individu. Sehingga membangun sinergi dan terbentuknya kerja tim yang kuat. Menghilangkan sekat vertikal ( Kepala dan staff kementrian, Ketua dan kementrian), sekat horizontal ( sesama staff antar kementrian), agar terciptanya semua aktivis BEM yang bisa berpartisipasi dan berkontribusi. Dengan kerjasama akan memunculkan ide, kreatifitas dan gagasan banyak orang, sehingga tugas yang berat menjadi lebih ringan , dapat dilakukan lebih cepat, lebih cerdas dan lebih inovatif.
c.       Religius
Aktivis BEM bekerja sesuai norma-norma kepercayaan masing-masing dan mempunyai moral yang tinggi.
d.      Jujur
Aktivis BEM menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, berkata itidak melebih-lebihkan dan mengurangi esensi informasi sehingga tidak akan terjadi kesalahan persepsi.
e.       Bertanggung jawab
Aktivis BEM harus berani mengambil risiko dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diperbuatnya meskipun itu berat.
f.       Produktif dan kreatif
Bersikap produktif dan kreatif serta tidak mematikan potensi aktivis BEM. Mampu bersosialisasi dengan baik dan menciptakan suasana kondusif dan iklim kompetisi antar kementrian yang sehat.
g.      On time
Aktivis BEM harus patuh waktu dan tepat waktu dalam segala pertemuan BEM maupun menghadiri acara yang di adakan oleh pihak luar., sehingga akan membangun sebuah image positif lembaga, menunjukan profesionalisme, dan menumbuhkan budaya disiplin.

Kesimpulan
Lembaga eksekutif adalah lembaga yang ditetapkan untuk menjadi pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif. Berdasarkan azas trias politica pemerintahan Indonesia dibagi menjadi 3, yaitu:
1.      Kekuasaan perundang-undangan diserahkan kepada lembaga legislatif
2.      Kekuasaan pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada lembaga eksekutif
3.      Kekuasaan pengawasa
n diserahkan kepada lembaga yudikatif

Kampus juga merupakan tatanan yang memiliki susunan seperti negara, disini badan eksekutif yang ada di kampus disebut Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang mempunyai peranan penting dalam menjalankan amanat dan aspirasi mahasiswa, adapun fungsi yang di perankan BEM di antaranya pertama berfungsi sebagai konsulidator, fasilitator dan penyampai aspirasi yang efektif  bagi segenap elemen mahasiswa. Badan eksekutif seharusnya dapat menjadi motor penggerak bagi seluruh mahasiswa. Kedua sebagai perangkat sosial yang inten mendampingi masyarakat kampus  (mahasiswa) dalam mengawal proses kesejahteraan dan keadilan secara ideal. Dalam fungsi eksekusi ini BEM dituntut agar mampu mengembangkan kapabilitas dan kredibilitas mahasiswa sebagai Agent Of Change dalam tata kehidupan sosial.
Pengurus Badan Eksekutif haruslah memiliki skill kepemimpinan, wawasan yang luas, profesional, sinergi, kontributif, jujur, amanah, fathonah, tabligh, pendidikan yang berkualitas, bermoral kebangsaan, Solutif, Team work, Religius, Bertanggung jawab, Produktif dan kreatif, serta On time. 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar